Mari Umroh KeTanah Suci Mekkah-Madinah

Kompasiana.com, Kamis 10 November 2011 - Di tanah air sendiri, seperti diberitakan harian Kompas Selasa (08/11) lalu, sepasang suami-istri yang diduga melakukan penipuan terhadap ratusan calon jamaah haji ditangkap di kota Salatiga, Jawa Tengah. Meski membantah semua tuduhan dan mengaku tidak mengenal para pelapor, di rumah tersangka telah ditemukan ratusan paspor dan dokumen lain milik para korban.
Dari pemberitaan di media, diketahui ada banyak modus penipuan yang dilakukan untuk menjerat para calon jamaah haji.
·         Dari menawarkan haji khusus (ONH Plus) bertarif murah,
·         Membantu mendapatkan visa haji non kuota,
·         Adanya penawaran untuk membeli porsi milik jamaah yang gagal diberangkatkan
·         Hingga penawaran pemberangkatan haji secara gratis.

Meski ada juga yang memang terbantu dan bisa berangkat ke tanah suci tanpa melalui jalur resmi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lebih banyak calon yang haji tertipu.
Akar permasalahan munculnya penipuan seperti itu adalah keingian yang kuat dari calon jamaah haji untuk segera berangkat menunaikan salah satu rukun Islam ini, namun tidak didukung oleh jumlah kuota yang seimbang. Dengan menggunakan aturan rasio satu calon haji untuk tiap seribu penduduk, maka daftar tunggu haji Indonesia tiap tahun kian meningkat. Meskipun Menteri Agama Surya Darma Ali berhasil melobi pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota haji Indonesia, hasilnya belum terlalu signifikan untuk mengurangi antrian daftar tunggu haji.
Kenaikan biaya porsi haji, dari 20 juta menjadi 25 juta rupiah ternyata juga tidak mampu mengurangi keinginan para calon jamaah haji. Tercatat sampai tahun ini lebih dari 2.000.000 calon jamaah haji yang telah mendapat porsi, sementara kuota haji Indonesia adalah sekitar 220.000 jamaah haji per tahun.
Dari angka-angka itu, dapat diperkirakan jika kita membayar porsi haji tahun ini maka baru pada tahun 2020 paling cepat dapat diberangkatkan. Namun hitungan ini hanya perkiraan kasar saja karena kuota haji nasional itu dibagi lagi secara proporsional untuk tiap propinsi di Indonesia dengan rasio yang sama juga, satu calon jamaah haji per seribu penduduk.
Menurut jumlah daftar tunggu per propinsi itu, hingga saat ini lama daftar tunggu berkisar antara 7 sampai dengan 13 tahun. Tercatat di
·         Propinsi Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu lama daftar tunggu sekitar 7  tahun,
·         Nangroe Aceh Darussalam berkisar 10 tahun dan
·         di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, lamanya adalah 13 tahun.
·         Daftar Tunggu Haji Seluruh Indonesia selengkapnya (disini) per tanggal 25 Juli 2011 Sumber : Koran Harian Jawapos
Besarnya minat berhaji dan lamanya daftar tunggu inilah yang menjadi faktor pemicu timbulnya penipuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan ingin mengeruk keuntungan pribadi. Apalagi ditambah dengan sikap menurut dan cenderung pasrah dari sebagian besar calon jamaah haji agar proses hajinya lancar. Hal inilah yang mempermudah para pelaku penipuan menjerat mangsanya, di samping juga kejeliannya memanfaatkan ketidak-seimbangan ’supply and demand’.
Untuk menghindari semakin banyaknya korban penipuan itu, salah satu cara yang efektif adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar mewaspadai jika ada pihak-pihak yang menawarkan pemberangkatan haji melalui jalur tidak resmi. Pembelajaran kepada masyarakat ini tentunya bisa dilakukan oleh aparat-aparat pemerintah, tokoh-tokoh agama Islam, tokoh-tokoh masyarakat maupun melalui media (http://mariketanahsuci.blogspot.com/)
Wacana Depag untuk memberangkatkan calon jamaah haji berdasarkan usia calon haji, bukan berdasar lama antrian, nampaknya juga bisa mengurangi jatuhnya korban penipuan karena calon jamaah haji yang berusia lanjutlah yang paling rawan menjadi korban.
Tetapi semua itu kembalinya kepada masing-masing calon jamaah haji dan keluarga dekatnya, mengingat keluarga dekat biasanya ikut memberikan pertimbangan dan masukan.
Kesadaran pribadi untuk beribadah dengan jalan yang baik, dalam hal ini lewat jalur resmi pemerintah, perlu terus ditanamkan dan disuarakan agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban penipuan seperti itu.
Ibarat hendak menjalankan shalat berjamaah di masjid, tentunya lebih utama jika kita lewat jalan umum daripada kita menerabas kebun tetangga, bukan?

Mari Umroh KeTanah Suci Mekkah-Madinah

Kompasiana.com, Kamis 10 November 2011 - Di tanah air sendiri, seperti diberitakan harian Kompas Selasa (08/11) lalu, sepasang suami-istri yang diduga melakukan penipuan terhadap ratusan calon jamaah haji ditangkap di kota Salatiga, Jawa Tengah. Meski membantah semua tuduhan dan mengaku tidak mengenal para pelapor, di rumah tersangka telah ditemukan ratusan paspor dan dokumen lain milik para korban.
Dari pemberitaan di media, diketahui ada banyak modus penipuan yang dilakukan untuk menjerat para calon jamaah haji.
·         Dari menawarkan haji khusus (ONH Plus) bertarif murah,
·         Membantu mendapatkan visa haji non kuota,
·         Adanya penawaran untuk membeli porsi milik jamaah yang gagal diberangkatkan
·         Hingga penawaran pemberangkatan haji secara gratis.

Meski ada juga yang memang terbantu dan bisa berangkat ke tanah suci tanpa melalui jalur resmi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lebih banyak calon yang haji tertipu.
Akar permasalahan munculnya penipuan seperti itu adalah keingian yang kuat dari calon jamaah haji untuk segera berangkat menunaikan salah satu rukun Islam ini, namun tidak didukung oleh jumlah kuota yang seimbang. Dengan menggunakan aturan rasio satu calon haji untuk tiap seribu penduduk, maka daftar tunggu haji Indonesia tiap tahun kian meningkat. Meskipun Menteri Agama Surya Darma Ali berhasil melobi pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota haji Indonesia, hasilnya belum terlalu signifikan untuk mengurangi antrian daftar tunggu haji.
Kenaikan biaya porsi haji, dari 20 juta menjadi 25 juta rupiah ternyata juga tidak mampu mengurangi keinginan para calon jamaah haji. Tercatat sampai tahun ini lebih dari 2.000.000 calon jamaah haji yang telah mendapat porsi, sementara kuota haji Indonesia adalah sekitar 220.000 jamaah haji per tahun.
Dari angka-angka itu, dapat diperkirakan jika kita membayar porsi haji tahun ini maka baru pada tahun 2020 paling cepat dapat diberangkatkan. Namun hitungan ini hanya perkiraan kasar saja karena kuota haji nasional itu dibagi lagi secara proporsional untuk tiap propinsi di Indonesia dengan rasio yang sama juga, satu calon jamaah haji per seribu penduduk.
Menurut jumlah daftar tunggu per propinsi itu, hingga saat ini lama daftar tunggu berkisar antara 7 sampai dengan 13 tahun. Tercatat di
·         Propinsi Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu lama daftar tunggu sekitar 7  tahun,
·         Nangroe Aceh Darussalam berkisar 10 tahun dan
·         di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, lamanya adalah 13 tahun.
·         Daftar Tunggu Haji Seluruh Indonesia selengkapnya (disini) per tanggal 25 Juli 2011 Sumber : Koran Harian Jawapos
Besarnya minat berhaji dan lamanya daftar tunggu inilah yang menjadi faktor pemicu timbulnya penipuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan ingin mengeruk keuntungan pribadi. Apalagi ditambah dengan sikap menurut dan cenderung pasrah dari sebagian besar calon jamaah haji agar proses hajinya lancar. Hal inilah yang mempermudah para pelaku penipuan menjerat mangsanya, di samping juga kejeliannya memanfaatkan ketidak-seimbangan ’supply and demand’.
Untuk menghindari semakin banyaknya korban penipuan itu, salah satu cara yang efektif adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar mewaspadai jika ada pihak-pihak yang menawarkan pemberangkatan haji melalui jalur tidak resmi. Pembelajaran kepada masyarakat ini tentunya bisa dilakukan oleh aparat-aparat pemerintah, tokoh-tokoh agama Islam, tokoh-tokoh masyarakat maupun melalui media (www.arminarekajatim.blogspot.com)
Wacana Depag untuk memberangkatkan calon jamaah haji berdasarkan usia calon haji, bukan berdasar lama antrian, nampaknya juga bisa mengurangi jatuhnya korban penipuan karena calon jamaah haji yang berusia lanjutlah yang paling rawan menjadi korban.
Tetapi semua itu kembalinya kepada masing-masing calon jamaah haji dan keluarga dekatnya, mengingat keluarga dekat biasanya ikut memberikan pertimbangan dan masukan.
Kesadaran pribadi untuk beribadah dengan jalan yang baik, dalam hal ini lewat jalur resmi pemerintah, perlu terus ditanamkan dan disuarakan agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban penipuan seperti itu.
Ibarat hendak menjalankan shalat berjamaah di masjid, tentunya lebih utama jika kita lewat jalan umum daripada kita menerabas kebun tetangga, bukan?
Mari Kita Umroh support Umroh Bersama Arminareka - Original design by Armina | Copyright of MARI UMROH BERSAMA ARMINAREKA.